Paradigma
keperawatan transkultural adalah cara pandang, persepsi, keyakinan,
nilai-nilai, dan konsep-konsep dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang sesuai
dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral, yaitu manusia,
keperawatan, kesehatan, dan lingkungan ( leininger, 1984, andrew & barnim,
1998).
Konsep manusia dalam
perspektif trankultural
Manusia
adalah individu atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang
diyakini berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan tindakan ( leininger,
1984 dalam barnum,1998,: giger & davindhizar, 1995: dan Andrew & boyle,
1995 ). Menurut leininger (1984), manusia memiliki kecenderungan untuk
mempertahankan budayanya setiap saat dan dimanapun dia berada.
Klien
yang dirawat dirumah sakit harus belajar budaya baru, yaitu budaya rumah sakit,
selain membawa budayanya sendiri. Klien secara aktif memilih budaya dari
lingkungan, termasuk dari perawat dan semua pengunjung dirumah sakit. Klien
yang sedang dirawat belajar agar cepat pulih dan segera pulang ke rumah untuk
memulai aktivitas hidup yang lebih sehat.
Konsep keperawatan
dalam perspektif transkultural
Keperawatan
adalah ilmu dan kiat yang diberikan kepada klien dengan landasan budaya ( Andrew
& Boyle,1995 ). Keperawatan
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada kiat
keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif,
ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sehat maupun sakit
yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Asuhan
keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan dalam praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan proses keperawatan sebagai
pendekatan penyelesaian masalah ( leinenger 1984 Kelompok Kerja Keperawatan
CHS,1994). Asuhan keperawatan dipandang sebagai pembelajaran kemanusiaan yang
memfokuskan pada pelayanan diri dalam berprilaku hidup sehat atau penyembuhan
penyakit. Strategi yang digunakan dalam intervensi dan implementasi
keperawatan, yaitu mempertahankan, menegosiasi, dan implementasi keperawatan,
diberikan sesuai dengan nilai-nilai relevan yang telah dimiliki klien sehingga
klien dapat meningkatkan dan mempertahankan status kesehatannnya, misalnya
budaya berolahraga setiap pagi.
Negosiasi
budaya adalah intervensi san implementasi keperawatan untuk membantu klien
beradaptasi klien beradaptasi terhadap budaya terntentu yang lebih
menguntungkan kesehatannya. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung pantangan makan yang berbau amis,
maka klien tersebut dapat mengganti ikan dengan sumber protein hewani yang
lain.
Restrukturisasi
budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatannya.
Perawat berupaya menstrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok
menjadi tidak merokok. Seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan
dirancang sesuai latar belakang budaya sehingga budaya dipandang sebagai
rencana hidup yang lebih baik setiap saat. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang di anut.
Proses
keperawatan digunakan karena merupakan suatu pendekatan yang terorganisasi dan
sitematis dalam menelaah respons klien ( kozzier dan Erb, 1995 ). Penggunaan
proses keperawatab harus menjadi budaya perawat.
Konsep sehat sakit
dalam perspektif trankultural
a. Definisi
sehat menurut WHO(1947)
Sehat
: suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas
dari penyakit atau kelemahan. Mengandung 3 karakteristik :
1. Merefleksikan
perhatian pada individu sebagai manusia.
2. Memandang
sehat dalam konteks lingkungan internal eksternal.
3. Sehat
diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif
b. Definisi
sehat menurut Depkes (1999), sehat adalah suatu keadaan yang memungkinkan
seseorang produktif. Klien yang sehat adalah yang sejahtera dan seimbang secara
berlanjut dan produktif. Produktif bermakna dapat menumbuhkan dan mengembangkan
kualitas hidup seoptomal mungkin. Klien memiliki kesempatan yang lebih luas
untuk memfungsikan diri sebaik mungkin di tempat ia berada.
c. Definisi
sakit menurut Pemons (1972)
Sakit : gangguan dalam
fungsi normal individu sebagai totalitas termasuk keadaan organisme sebagai
sistem biologis dan penyesuaian sosialnya.
d. Definisi
sakit menurut Bauman (1965)
Seseorang menggunakan 3
kriteria untuk menentukan apakah mereka sakit :
1. Adanya
gejala : naiknya temperatur, nyeri
2. Persepsi
tentang bagaimana mereka merasakan : baik, buruk, sakit.
3. Kemampuan
untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari: bekerja, sekolah
Kesehatan adalah
keseluruhan aktivitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, yang
terletak pada rentang sehat-sakit (leininger, 1978). Kesehatan merupakan suatu
kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan yang didalam konteks
budaya digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat, yang
dapat diamati dalam aktivitas sehari-hari. Kesehatan menjadi fokus dalam
interaksi antara perawat dan klien.
e. Rentang
sehat sakit menurut model holistik-health sejahtera sehat-sakit,menengah yang
sekali-sekali normal sakit.
Tahapan sakit menurut
Suchman terbagi menjadi 5 tahap yaitu:
1) Tahap
Transisi : individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuh: merasa dirinya
tidak sehat/merasa timbulnya berbagai gejala merasa adanya bahaya.
Mempunyai 3 aspek :
1. Secara
fisik : nyeri, panas tinggi
2. Kognitif
: interprestasi terhadap gejala
3. Respon
emosi terhadap ketakutan/kecemmasan. Konsultasi dengan orang terdekat: gejala
perasaan, kadang-kadang mencoba pengobatan di rumah.
2) Tahap
asumsi terhadap peran sakit (sick rok)
Penerimaan terhadap
sakit, individu mencari kepastian sakitnya dari keluarga atau teman :
menghasilkan peran sakit.
Mencari pertolongan
dari profesi kesehatan yang lain mengobati sendiri, mengikuti nasehat
teman/keluarga.
Akhir dari tahap ini
dapat ditentukan bahwa gejala telah berubah dan merasa lebih buruk. Individu
masih mencari penegasan dari keluarga tentang sakitnya. Rencana pengobatan
dipengaruhi/dipenuhi oleh pengetahuan dan pengalaman.
3) Tahap
kontak dengan pelayanan kesehatan
Individu yang sakit:
meminta nasehat dari profesi kesehatan atas inisiatif sendiri.
Tiga tipe informasi :
1. Validasi
keadaan sakit
2. Penjelasan
tentang gejala yang tidak dimengerti
3. Keyakinan
bahwa mereka akan baik
4. Jika
tidak ada gejala: individu mempersiapkan dirinya sembuh, jika ada gejala
kembali pada posisi kesehatan.
4) Tahap
ketergantungan
Jika profesi kesehatan
memvalidasi (menetapkan) bahwa seseorang sakit: menjadi pasien yang
ketergantungan untuk memperoleh bantuan. Setiap orang mempunyai ketergantungan
yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.
Perawat → mengkaji
kebutuhan ketergantungan pasien di kaitkan dengan tahap perkembangan: support
terhadap perilaku pasien yang mengarah pada kemandirian.
5) Tahap
penyembuhan
Pasien belajar untuk
melepaskan peran sakit dan kembali. Klien
dan perawat mempunyai tujuan yang sama, yaitu ingin mempertahankan keadaan
sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Leininger, 1978). Asuhan keperawatan
yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien memilih secara
aktif budaya yang sesuai dengan status kesehatannya. Untuk memilih secara aktif
budaya yang sesuai dengan status kesehatannya, klien harus mempelajari
lingkungannya. Sehat akan dicapai adalah kesehatan yang holistik dan humanistik
karena melibatkan peran serta klien yang lebih domainan.
Konsep
lingkungan dalam perspektif trankultural
Lingkungan
adalah keseluruhan fenomena yang memengaruhi perkembangan, keyakinan, dan
prilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehiupan klien
dengan budayannya. Ada 3 bentuk lingkungan ( Andrew & Boyle 1995)
a. Lingkungan
fisik adalah lingkungan alam atau lingkungan yang diciptakan oleh manusia,
seperti daerah khatulistiwa, pegunungan, pemukiman padat, dan iklim tropis.
Lingkungan fisik dapat membentuk budaya tertentu, misalnya bentuk rumah di
daerah panas yang hampir tertutup rapat. Daerah pedesaan atau perkotaan dapat
menimbulkan pola penyakit terntentu, seperti infeksi saluran pernapasan akut
pada balita di indonesia lebih tinggi di daerah perkotaan ( depkes,1999). Bring
( 1984 dalam kozier & Erb, 1995) menyatakan bahwa respon klien terhadap
lingkungan baru, misalnya rumah sakit dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma
yang diyakini klien.
b. Lingkungan
sosial adalah keseluruhan struktur sosil yang berhubungan dengan sosialisasi
individu atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas seperti keluarga,
komunitas, dan mesjid atau gereja. Di dalam lingkungan sosial, individu harus
mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Keluarga adalah tempat pertama kali klien berinteraksi dan dipandang sebagai
pilar utama untuk mencapai klien bersosialisasi dengan lingkungan yang lebih
besar. Keberhasilan klien bersosialisasi di dalam keluarga merupakan pengalaman
yang digunakan untuk bersosialisasi dengan kelompok lain seperti saat dirawat
di rumah sakit. Klien yang dirawat di rumah sakit melakukan sosialisasi antar
individu di ruangannya dan klien dari ruangan yang lain.
c. Lingkungan
simbolik adalah keseluruhan bentuk atau simbol yang menyebabkan individu atau
kelompok merasa bersatu, seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa, atau
atribut yang digunakan (Andrew & Boyle,1995 ; putt,2002). Penggunaan
lingkungan simbolik bermakna bahwa individu memiliki tenggang rasa dengan
kelompoknya, seperti penggunaan bahasa pengantar, identifikasi nilai-nilai dan
norma, serta penggunaan atribut-atribut, slogan-slogan. Rumah sakit umumnya
memiliki bentuk lingkungan simbolik, misalnya penggunaan baju seragam dan
atributnya.
Referensi:
Mahyar Suara. 2011.Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta.Trans Info Media.
Sudiharjo. 2017. Asuhan Keperawatan dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta .EGC.
0 Response to "Paradigma Keperawatan Dalam Perspektif Transkultural"
Post a Comment