Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik (Chronical Renal Failure)

BAB I

PENDAHULUAN

     

I.                   LATAR BELAKANG
Pada gagal ginjal kronik fungsi ginjal telah menurun sehingga tidak mampu lagi mengeluarkan sisa metabolisme tubuh dan menyebabkan gangguan keseimbangan, penurunan fungsi ginjal ini berjalan perlahan sehingga gambaran gejala kliniknya uniform (serupa), berbeda dengan gejala gagal ginjal akut. Penurunan fungsi lebih lanjut  akan  menyebabkan  penumpukan  sisa  metabolisme  tubuh  yang  sangat mengganggu kehidupan.Untuk itu terapi konservatif saja tidak cukup, harus di tambah dengan terapi pengganti seperti hemodialisis atau dialysis peritoneal.Gagal Ginjal Terminal (GGT) dan terapi pengganti diatas harus dilakukan untuk selamanya, bila tidak penderita akan mengalami komplikasi fatal.
                 Dalam hal demikian maka pilihan lain penanggulangan gagal ginjal harus diupayakan yaitu Transplantasi Ginjal dengan dua tujuan:
1.      Menggantikan ginjal yang gagal.
2.      mengembalikan kwalitas hidup yang lebih baik daripada dengan hemodialisis kronik.
Tetapi pilihan terapi tersebut tidak ada yang dapat berdiri sendiri-sendiri. Masing-      Masing adalah unsur suatu sistem yang saling berkaitan .
      Dari uraian diatas maka sangat diharapkan bagi tenaga yang bekerja di Ruang   
Lingkup Rumah sakit supaya dalam setiap melakukan tindakan harus berpegang dan tidak terlepas dari standar operasional prosedur (SOP). Dengan adanya SOP inilah tenaga kesehatan dituntut untuk melakukan tindakan yang terampil dan teliti. Jika dalam melakukan suatu tindakan terdapat suatu penyimpangan yang tidak sesuai dengan SOP yang ada, maka ini dianggap telah melakukan sesuatu kesalahan ataupun kelalaian.

II.                MASALAH
Pada penugasan makalah MKK-201 ini, kelompok kami membahas tentang sikap seorang perawat terhadap keluarga dan pasien Tn.A yang mengalami gagal ginjal tahap akhir yang dianjurkan berobat dan menjalani transplantasi ginjal yang paling cocok dari anak sulungnya sendiri. Pada saat pasien Tn.A dipindahkan ke ruangan semi khusus pada hari ke-21, Tn.A sudah mobilisasi normal bahkan sejak di ruangan khusus. Tetapi pada hari ke-22 keluarga pasien menanyakan keadaan pasien yang tidak ada di tempat tidurnya namun perawat menjawab dengan acuh dengan mengatakan “Mungkin di kamar mandi, setelah beberapa lama ternyata pasien Tn.A ditemukan pingsan dalam keadaan jongkok di kamar mandi, dan akhirnya Tn.A meninggal pada hari ke-25 post transplantasi.
Dalam kasus kelompok ini, orang-orang yang terlibat didalamnya adalah perawat, pasien Tn.A, keluarga pasien, dokter yang merujuknya dan dokter yang melakukan transplantasi ginjal. Peristiwa dalam kasus ini terjadi di dalam suatu institusi Rumah Sakit yaitu RS X di kota Y dimana pasien Tn.A meninggal dunia di ruang perawatan khusus yang di bawa setelah ditemukan pingsan dalam keadaan jongkok di kamar mandi.

III.             TUJUAN
Beberapa tujuan yang dapat di ambil dalam makalah ini adalah :
1.      Memenuhi penugasan mata kuliah Keperawatan Profesional MKK-201
2.      Menambah pengetahuan tentang hukum yang berkaitan dengan masalah       pelayanan kesehatan
3.      Mengetahui lebih jauh tentang standar operasional prosedur (SOP) pelayanan pada pasien transplantasi ginjal
4.      Dapat membedakan di manakah letak suatu perbedaan antara kelalaian dengan kesalahan
5.      Sebagai masukan positif atau bermanfaat untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan
6.      Sebagai seorang tenaga perawat yang profesional harus menjaga sikap etika dan etiket dalam berbicara sopan dan sebisa mungkin menghindari kesalahan dan kelalaian yang mungkin terjadi

IV.             RUANG LINGKUP
Pada makalah ini kelompok akan membahas tentang :
1.      Masalah yang berkaitan dengan transplantasi ginjal
2.      Bagaimana sebenarnya sikap seorang tenaga perawat yang profesional terhadap pasien dan keluarga
3.      Peran Rumah Sakit dalam tanggung jawabnya terhadap tenaga kesehatan didalamnya dan fungsinya dalam pemberian pelayanan kesehatan
             


BAB II
TINJAUAN TEORITIS


            Seseorang mendapatkan transplantasi ginjal bila sudah sering diberi terapi Hemodialisis yang berpengaruh banyak yang dikarenakan oleh gagal ginjal kronik.Sebelum membahas transplantasi ginjal, ada baiknya terlebih dahulu membahas tentang struktur dan fungsi ginjal, gagal ginjal, dialysis, hemodoalisis, dan transplantasi ginjal.

A. STRUKTUR DAN FUNGSI GINJAL
1.      STRUKTUR GINJAL
Ginjal terletak di rongga peritoneum (dalam petroperitoneum;tubuh sebelah atas terletak dibawah tulang kosta ke XII), dibagian posterior bagian atas  dinding abdomen masing-masing satu I setiap sisi.Setiap ginjal orang dewasa mempunyai berat 150gr dengan permukaan halus tertutup kapsula.Setiap ginjal terdiri dari sekitar 1 juta unit fungsional yang disebut nefron.Setiap nefron berawal sebagai suatu berkas kapiler yang disebut glumerolus, yang berubah menjadi tubulus panjang yang melengkung dan berkelok-kelok.
Setiap ginjal secara anatomi dibagi menjadi bagian kortek di sebelah luar yang mengandung semua kapiler gromerolus dan sebagian segmen tubulus pendek dan bagian medula di sebelah dalam tempat sebagian besar segmen tubulus berada
.
          2.    FUNGSI GINJAL
                 Ginjal ikut mengatur keseimbangan biokimia tubuh manusia dengan cara:
·         Membuang sampah hasil metabolisme
·         Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
·         Mempengaruhi keseimbangan asam basa
Fungsi vital ini dipengaruhi oleh filtrasi plasma darah didalam glumerolus dan filtrasi selanjutnya oleh tubulus yang menghasilkan urine. Disamping itu Ginjal yang mempunyai fungsi sebagai mengontrol tekanan darah di sumsum tulang.
            Ginjal sebagai ginjal kelenjar endokrin mempunyai hormon:
v  Prostaglandin, yang mempengaruhi pengaturan garam dan air serta mempengaruhi tekanan vaskuler
v  Eritropoietin, yang merangsang produksi sel darah merah
v  1,25 Dihidroksikolekasiferol, yang memperkuat absorpsi kalsium dari usus dan reabsorbsi fosfat oleh tubulus renalis
v  Renin, yang bekerja sebagai pada jalur angiotensin untuk meningkatkan tekanan pada vaskuler dan produksi Aldosteron
Ginjal  mempunyai  fungsi  cadangan  yang  besar, sehingga  kehilangan satu Ginjal tidak akan menyebabkan  efek sakit. Akan tetapi, pada  penyakit ginjal        dapat  terjadi penumpukan sisa buangan (sampah) yang menyebabkan terjadi uremia.Apabila filtrasi glomerolus mengalami kebocoran yang hebat, molekul protein yang besar akan terbuang ke dalam urine, menyebabkan proteinuria.
Apabila terjadi kerusakan hebat pada glumerolus, eritrosit akan melewatinya sehingga terjadi hematuria.

B.      GAGAL GINJAL

Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal karena memiliki peran vital dalam                         mempertahankan homeostasis, maka gagal ginjal menyebabkan efek sistemik        multipel. Gagal ginjal harus diobati secara agresif
Gagal ginjal dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Gagal ginjal akut
2.      Gagal ginjal kronik
Gagal  ginjal yang terjadi secara  mendadak  disebut  gagal   ginjal akut. Gagal
Ginjal akut biasanya Reversibel.Gagal ginjal yang  berkaitan  dengan  menurunnya fungsi ginjal secara progresif ireversibel disebut Gagal ginjal kronik. Gagal Ginjal kronik biasanya  timbul  beberapa tahun setelah  penyakit atau kerusakan Ginjal, tetapi pada situasi tertentu dapat muncul secara  mendadak. Gagal ginjal Kronik akhirnya menyebabkan dialysis ginjal, transplantasi atau kematian.Pada Gagal ginjal kronik dilakukan terapi dialysis.
            Dialisis ginjal mengacu pada proses penyesuaian kadar elektrolit dan air dalam
            darah  dilaksanakan  dengan  melewatkan  darah  dari  suatu  medium artifisial
            yang mengandung air dan elektrolit dengan konsentrasi yang telah di  tentukan
            sebelumnya medium artifisial adalah cairan dialysis.             

  

C.     HEMODIALISIS

Hemodialisis adalah dialysis yang dilakukan di luar tubuh.
Hemodialisis  adalah  alat  yang  di gunakan  untuk  mengeluarkan  sampah metabolisme tubuh atau zat toksik yang lain dari dalam tubuh, jika fungsi kedua ginjal sudah tidak memadai lagi.Hemodialisis memerlukan waktu sekitar tiga sampai lima jam (sekitar 3X seminggu). Pada akhir interval 2 sampai 3 hari diantara terapi, keseimbangan garam air dan PH sudah tidak normal lagi.Zat sisa dalam  darah di saring  lewat membran  semipermeabel (berupa lapisan  yang sangat  tipis  dan  memiliki  lubang-lubang  sub  mikroskopik  atau pori )  dan kemudian dibuang .
Pada saat ini, hemodialisis kronik telah berhasil mempertahankan hidup sekitar 200.000 penderita gagal ginjal terminal dengan tingkat rehabilitasi yang cukup baik  di seluruh  dunia.  Hemodialisis dapat di gunakan  untuk  keracunan zat tertentu  dari  luar  tubuh, seperti  etilen  glukol, metil  alcohol, barbitulat dan salisilan.

Prinsip hemodialisis

Perpindahan zat melalui membran dialisis di tentukan oleh 2 faktor utama,yaitu
a.       Difusi
Difusi berarti perpindahan zat terlarut /salut oleh tenaga yang di tentukan oleh perbedaan konsentrasi  zat  terlarut di  kedua  sisi  membran dialysis. Kecepatan dan arah perpindahan ini di tentukan oleh:
1.      luas permukaan membran
2.      kecepatan aliran darah dan cairan dialisat
3.      perbedaan konsentrasi
4.      koofisien difusi membran (permeabilitas)
5.      konveksi
                    
b.      Konveksi
Konveksi  adalah  perpindahan  zat  terlarut  dan  pelarut  melalui membran akibat tenaga hidrostatik yang bekerja pada membran.
Perpindahan ini di tentukan oleh:
1.      tekanan transmembran
2.      luas permukaan membran
3.      koefisien difusi membran (permeabilitas hidraulik membran).
4.      perbedaan tekanan osmotik.
Pengeluaran cairan secara ultrafiltrasi tergantung terutama pada tekanan hidrostatik (tekanan positive kompartemen darah di tambah tekanan yang negatif karna dialisat) yang mendorong air melalui membran.

                              Prosedur Hemodialisis

Sistem Hemodialisis terdiri dari 3 unsur penting, yaitu:
1.      sirkuit cairan dialisat
2.      sirkuit darah
3.      membran ginjal buatan
Prosedur ini bertujuan untuk mengalirkan darah dan cairan dialisat. Di  kedua  sisi  yang  bersebelahan  dari  membran  semipermeabel, sehingga proses hemodialisis dapat terjadi.

Ad1. Sirkuit cairan dialisat
         Air  yang akan  di gunakan  untuk  Hemodalisis  harus  bersih  dari  elektrolit, mikroorganisme atau bahan asing lain, oleh karena harus di olah dulu dengan berbagai cara seperti filtrasi, softening, deionisasi dan yang paling baik dengan reverse osmosis.
Ada 3 jenis penyediaan cairan dialisat:
1. Batch Recirculating
Ginjal buatan
 
      Pompa
 







Tangki (100 L)
 



Air yang sudah di olah dan konsentrat dialist di campur dalam sebuah tangki dan selama  prosedur  500-600 ml/menit  cairan  dialist  dipompa  ke  membran  dialysis, kemudian   di   kembalikan  lagi  ke  tangki yang  selanjutnya  di gunakan  lagi  secara berkesimbungan.


         2. Batch Reculating/ single pass

Ginjal buatan
 
  Pompa
 



                                                                                            
 



Pompa resirklasi
Pembuangan



Cairan Dialist dibuat dan dipompa seperti diatas, hanya sebagian cairan dialist diresirkulasi, yang lain dibuang lewat saluran pembuangan.

          3. Proportioning single pass
Ginjal
buatan
 
Pompa
 




Pompa proportioning
 





                                         Air (34)                                                 Pembuangan
Konsentrat (1)


Air yang sudah diolah dan konsentrat dialist dicampur secara konstan oleh pompa proportioning dengan perbandingan 3 air dan 1 konsentrat. Campuran ini dipompa ke membran sekali saja dan kemudian langsung dibuang.
Dengan ketiga cara tersebut cairan dialisat di pakai berisi komposisi elektrolit, natrium 135-145 eq/l, kalium 0-4,0 meq/l, khlorida 98-112meq/l, kalsium 2,5-3,5meq/l, Magnesium 0,5-2,0 meq/l,asetat atau bikarbonat 33-45 meq/l dan dekstrose 0-250mg/dl


Sirkuit cairan dialisat di lengkapi dengan 3 jenis monitor:
Konsentrat                                     Konduktivitas               Detektor Kebocoran
Pemanas air                                         Ginjal buatan                 darah
 




           Pintas
Pompa Proportioning              Pengukur suhu                                             Pembuangan
1. Monitor dan pengatur suhu
        Suhu  cairan  dialisat  diatur pada  temperatur  fisiologik  antara 36-40 C dan bila     keluar dari batas ini monitor akan memberi tanda. Cairan dialisat yang lebih panas akan menimbulkan  hemolisis  darah  sedangkan  bila  dibawah  35 C  akan   menyebabkan penderita menggigil dan merasa tak nyaman.
2. Monitor Konduktivitas
         Alat ini memantau ketetapan difusi dengan mengukur kondiktivitas ion dalam cairan dialisat. Bila timbul tanda bahaya, cairan dialisat akan memintas ginjal buatan secara otomatik.
3. Detektor terhadap kebocoran darah
          Monitor ini akan memberikan tanda bila ada hemoglobin dalam cairan dialisat yang berarti membran dialisis pecah dan secara otomatik darah terhenti.
        
Ad.2 Sirkuit Darah 
         Sirkuit darah mengalirkan darah dari jarum /kanul arteri dengan pompa darah biasanya 200-250 ml/menit ke kompartemen darah ginjal buatan, kemudian darah melalui jarum atau kanul vena yang letaknya proksimal terhadap jarum arteri.
Sirkuit ini juga mempunyai 3 monitor:
Cairan dialisat keluar
Ginjal buatan
 
Heparin
 


Masuk
                        Pompa                         Mon. Tek. Vena                                Drip chamber
darah
Detektor udara
                                                 Mon. Tek. Arteri       
Klem otomatik



Vena arteri                  Penderita
1. Monitor tekanan arteri
             Tekanan darah dalam sirkuit sebelum pompa darah dipelihara dalam batas yang telah ditentukan. Tekanan darah arteri yang rendah bisa disebabkan oleh letak jarum yang tidak baik dan menyentuh dinding pembuluh darah, jarum yang lepas, tubing yang terlipat atau hambatan aliran ke akses darah akibat obstruksi mekanik atau turunnya tekanan darah .
             Tekanan yang meninggi setelah monitor bisa disebabkan oleh tertekuknya tubing, klem yang terpasang atau bekuan dalam ginjal buatan. Kedua keadaan ini akan memberikan tanda dan menghentikan pompa darah.
      
2. Monitor tekanan vena
              Alat ini untuk memantau aliran vena dan bila terjadi masalah pada jarum, tubing atau bekuan dalam ginjal buatan akan menghentikan pompa darah.

3. Detektor Gelembung Udara
               Pompa darah yang memberikan tekanan negatif dalam sirkuit darah dalam emboli dalam darah penderita. Udara yang terdapat dalam darah akan memberi tanda dan menghentikan pompa darah sehingga mencegah udara atau gelembung masuk kedalam tubuh penderita.

Ad.3 Membran ginjal buatan
         Ginjal buatan mempunyai struktur penunjang yang memungkinkan darah dan cairan dialisat mengalir secara optimal kedua sisi yang bersebelahan daripada membran.
         Ada 3 jenis konfigurasi ginjal buatan yang saat ini lazim dipakai:
         a. Coil Dialyzer
         b. Flat Plate Dialyzer
         c. Hollow Fiber Dialyzer
Pada saat ini terdapat beratus-ratus jenis ginjal buatan dengan 3 jenis konfigurasi ini, tetapi membran dialysis yang ideal sebaiknya mempunyai sifat sebagai berikut:
         a. semua zat toksik yang cukup tinggi
         b. ultra filtrasi yang wajar
         c. biocompatible dan tidak toksik
         d. permeabilitas zat yang dibutuhkan rendah
         e. murah

        
DIIT DAN OBAT PADA PENDERITA HEMODIALISIS KRONIK
          Pada umumnya fosfat , kalium, natrium dibatasi sedangkan aklori harus cukup dan protein yang bernilai biologik tinggi harus memadai Selama hemodialisis vitamin B kompleks, asam askorbat dan asam folat dikeluarkan dalam jumlah besar sehingga harus diganti. Hemodialisis tidak menurunkan fosfat serum karena terikat jaringan. Aluminium hidroksida akan mengikat fosfat dilambung dan mengurangi absorpsinya sehingga dapat menurunkan fosfat darah .Aluminium fosfat yang terbentuk dalam usus dapat menyebabkan konstipasi, sehingga kadang-kadang diperlukan laksan. Hemodialisis tidak memperbaiki gangguan metabolisme kalsium dan protein dan preparat  vitamin D diberikan untuk memperbaiki  osteomalasia dan  mungkin  juga mencegah atau memperbaiki hiperparatiroidisme sekunder. Vitamin D diberikan jika kadar fosfat dalam darah sudah tinggi.
        Pada penderita anemia karena defisiensi besi, pemberian besi intravena lebih efektif  daripada  oral. Hormon  adrogen  dapat  meningkatkan  eritropoesis.  Bila diperlukan darah  packed cell dapat diberikan, terutama untuk penderita usia lanjut dengan kelainan kardiovaskuler.    

KOMPLIKASI  HEMODIALISIS
Komplikasi akut
1). Hipotensi
      Selama hemodialisis tekanan darah biasanya menurun perlahan-lahan akibat ultrafiltrasi, tetapi bisa juga terjadi secara mendadak. Turunnya tekanan darah disebabkan oleh:
       a. Pengeluaran cairan yang berlebihan
       b. Obat anti hipertensi
             c. Ruptur membran dialysis sehingga banyak darah yang terbuang
             d. Neropati otonom

       2). Aritmia
            kadang-kadang timbul aritmia pada akhir hemodialisis.  Ini di sebabkan oleh       penyakit jantung koroner yang sudah ada dicetuskan oleh hipokalemia kadar kalium yang rendah dalam cairan dialisat.
 
       3). Keram
            Pengeluaran cairan yang cepat selama hemodialisis atau kadar natrium yang rendah dalam cairan dialisat yang menimbulkan kram di tungkai dan perut.

       4). Nyeri dada
            Selama  hemodialisis, hipotensi  bisa  menimbulkan  nyeri  dada  menyerupai angina yang cepat mereda setelah tekanan darah kembali normal. Aliran darah yang  cepat  juga  bisa  menimbulkan   nyeri  dada    yang  diatasi  dengan melambatkannya. Bila dengan cara ini nyeri dada masih menetap selama 10-15 menit sebaiknya dihentikan dan diselidiki kemungkinan kerusakan miokard.

       5). Disequlibrium dialysis
            sindrom ini berupa sakit kepala hebat, tekanan darah naik, gelisah, penglihatan kabur, enek dan bisa kejang. Ini  akibat  penurunan kadar ureum, elektrolit dan perubahan PH yang terlalu cepat dalam darah perifer yang tidak diikuti hal yang sama di jaringan susunan saraf pusat karena adanya blood brain barrier, hal ini dapat dicegah dengan melakukan hemodialisis perlahan-lahan dengan waktu yang lebih pendek pada hemodialisis minggu pertama.

       6). Pruritus
            Gejala yang paling mengganggu penderita dan sebabnya yang pasti belum diketahui.

       7). Kejang
            Umumnya jarang sekali.  Beberapa penderita kejang bila tekanan darah turun mendadak waktu hemodialisis. Kejang biasanya tidak lama 10-30 detik dan hilang setelah tekanan darah normal.

       8). Kecelakaan
            Selama hemodialisis bisa terjadi komplikasi akibat kecelakaan.
a)      Cairan dialisat yang tidak mengandung garam bisa segera menimbulkan hemolisis dan penderita akan keram, hipotensi, gelisah dan nyeri dada yang akan berakibat fatal bila hemodialisis tidak segera dihentikan.
b)      Cairan  dialisat mengandung konsentrat dialisat yang berlebihan. Penderita  akan  keram, haus, hipertensi  diikuti  oleh  hipotensi   dan perasaan tak nyaman. Hemodialisis harus segera dihentikan dan dibuat cairan dialisat baru.
c)      Emboli udara 
Udara bisa masuk ke penderita akibat bocornya tubing darah atau masuk dari pintu samping sirkuit vena. Bila terjadi emboli dialysis dihentikan segera dan penderita dimiringkan ke kiri.
d)     Demam dan menggigil
Ini bisa terjadi akibat bocornya ginjal buatan atau infeksi pada fisula, terutama bila terjadi segera setelah mulai dialysis.

Komplikasi kronik
         1). Hipertensi
               Kebanyakan penderita memang sudah hipertensi akibat penyakit gagal ginjal kroniknya.Pada kebanyakan penderita hipertensi volume dependent, tekanan darah dapat dikontrol dengan diet rendah garam dan hemodialisis dengan ultrafiltrasi.Pada 15-20% penderita yaitu yang renin dependent, hipertensi refrakter terhadap ultrafiltrasi saja dan memerlukan obat anti hipertensi.

        2). Anemia
               Kebanyakan penderita dialysis kronik menderita anemia.Anemia ini selain karena penyakit gagal ginjal kroniknya juga akibat kehilangan darah yang terjadi pada setiap dialysis karena selalu ada darah yang tersisa pada ginjal buatan.

         3). Osteodistrofi ginjal
               Hiperparatiroidisme sekunder juga merupakan masalah penting pada penderita dialysis  kronik. Pengendalian  kadar fosfat dalam darah yang ketat  sehingga memungkinkan  pemberian  vitamin D dan  peninggian  kadar kalsium dalam cairan dialisat, bisa mengurangi terjadinya osteodistrofi ginjal.

         4).  Neuropati perifer
Umumnya neuropati perifer yang terjadi sebelum dialysis dimulai, akan ilang                         Dengan hemodialisis intensif.

         5). Susunan saraf pusat
               a.   Hematosubdural
Karena penderita cenderung untuk berdarah dan heparin yang diberikan                   secara intermitten selama hemodialisis, bisa timbul Hematomsubdural.                    Bila terjadi perubahan kepribadian, sakit kepala yang menetap dan kelainan neurologi yang terjadi tiba-tiba dipikirkan kemungkinan terjadi hematom-subdural.
               b.  Ensepalopati / Dementiadialisis
                    Kelainan yang jarang tapi bisa terjadi pada penderita yang lama didialisis
                   dengan gejala gangguan bicara, dementia, mioklonik, asteriksis dan kejang
                    kejang. Penyebabnya mungkin kelebihan aluminium dalam cairan dialisat
                   yang dapat dicegah dengan mengolah air dengan cara Reverse Osmosis.

              6).  Perikarditis dan efusi perikard
                     Perikarditis  uremik  terjadi  sebelum  penderita  didialisis dan   menghilang
dengan  tindakan  Hemodialisis.  Perikarditis  yang  timbul  pada  penderita dialysis kronik terjadi akibat stress karena tindakan bedah, trauma atau infeksi dimana  penderita  menjadi  hiperkatabolik  dan  terjadi  trauma  relatif. Pada sebagian  penderita  bisa  timbul efusi perikard. Pengobatannya adalah dengan mengurangi  antikoagulasi  serta  memperpanjang  waktu  dan  meninggikan frekwensi  hemodialisis. Bila  timbul   tamponade  jantung dilakukan dengan perikardiosintesis yang kadang-kadang di kombinasikan dengan memasukan udara  atau  steroid  intraperikard.  Pada  perikarditis  konstriktif dilakukan perikardiektomi.

7). Penyakit Vaskuler
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas penderita dialysis kronik adalah penyakit kardiovaskuler dan  cerebrovaskuler. Hal ini mungkin disebabkan oleh hipertensi yang lama, hiperlipidemia dan hiperparatiroidisme.

         8). Overhidrasi
               Overhidrasi tetap merupakan masalah utama bagi penderita yang tidak dapat membatasi intake cairan diantara dialysis, pengeluaran cairan lebih dari 4 kg menimbulkan  hipotensi  yang  dapat  diatasi  dengan  melakukan  dialysis ultrafiltrasi sekwensial.

         9). Hepatitis
               Hepatitis serum mudah terjadi pada penderita hemodialisis karena sering mendapat transfusi darah dan antigen  hepatitis terus terdapat  dalam  darah setelah  orang  terjangkit hepatitis. Cara penatalaksana yang  terbaik adalah mendialisis  penderita  dengan  antigen hepatitis diunit yang terpisah, atau dengan mesin khusus.Yang juga penting adalah cara pencegahan yang dilakukaan oleh staf dialysis untuk mencegah penularan.
 

D.     TRANSPLANTASI GINJAL

               Seperti diketahui biaya hemodialisis kronik, yang harus dikerjakan sedikitnya 2x seminggu atau 9x sebulan bila dihitung dalam rupiah akan besar sekali. Dalam hal demikian maka pilihan lain penanggulangan gagal ginjal terminal harus diupayakan, yaitu transplantasi dengan 2 tujuan:
1.      Menggantikan ginjal yang gagal
2.      Mengembalikan kualitas hidup yang lebih baik dengan hemodialisis kronik.

KONSEP DASAR/MEKANISME
Imunologi dan Imunogenetic
Basic Imunologi
         Sistem imun dapat dibedakan menjadi 2 komponen, yaitu:
1.      Non Spesific Imunity
adalah yang paling primitif, melengkapi barier terhadap invasi mikroorganisme dalam tubuh. Komponennya adalah sel polymorphonuclear, basofil, eosinofil, platelet, fibrin dan elemen lain yang bertanggungjawab pada respon inflamasi.    
2.      Sistem Imune Specific
               Bertugas lebih specific danmemori komponennya adalah limphosit dan bagan-bagannya sel T dan B. Ada tiga tipe sel T yaitu sel helper, sel cytolytic, sel supresor dengan fungsinya masing-masing. Sel helper identik dengan respon immune dan melengkapi stimulasi dn faktor pertumbuhan terhadap sel lain termasuk cytolytic, sel T supresor, sel B dan makrofag. Sel supresor mengatur dan mematikan respon immune. Cytolytic menghancurkan sel target. Sel B dibedakan pada antibody dan produksi sel plasma. Sel T dan B cepat bereaksi dan proliferasi terhadap antigen.

   Variabel yang tinggi pada region reseptor antigen sel T dan molekul imunoglobulin melengkapi kespesifikan pada sistem ini, setiap keunikan region mengarah dengan spesifik pada hanya satu juta antigen potensial. Keanekaragaman antara variabel dihasilkan dari penyusunan ulang secara random dari banyak gen di sel T dan sel B yang sangat mirip, produksi jutaan pada kombinasi yang berbeda. Penyusunan ulang gen dan subsequent decoding pada sintesa politeptia menuntun pada peningkatan struktur target sel T dan antibody.
Mekanisme sel target melukai dalam sistem spesifik immune. Hal ini termasuk antibody dependent cell mediatet cytotoxicity (ADCC), antibody mediated cytotoxicity, antibody mediated opsonisasi dari sel target dan organisme delayed tipe hipertensifisitas, direct sel T mediated cytotoxid dan cytotoxid mediated dengan sel natural killer.   Kebanyakan terlihat pada respon immune secara tidak langsung pada allografi transplantasi renal permulaan.
 Pengenalan alor respon sering kali menunjukkan efek dari mekanisme immune yang dijelaskan tergantung pada nomor permukaan sel molekul (CD2, CD8, CD4, LFA-3,dll). Bf / adhesi dan mengenali Cyhokin (II-1, II-2, II-3, II-4, II-5, IL-6, gamma interferon, factor tumor nekrosi(TNF), sell B pertumbuhan dan membedakan factor yang disajikan sebagai signal intercellular dan mediator dan sel asesons (monocyte, makrofag, sel dendrit, sel endotial vascular) yang menghadirkan antigen sel T

Tabel. INTERRELATED COMPONENT OF THE SPECIFIC IMMUNE SYSTEM
Accessory Cells
     Macrophages/monocytes
     Dendritic cells
     Vascular endothelial cells

                                        Inducer Cells
     T helper-inducer cells
     T suppressor-inducer cells
 Effector Cells
     T cells           → Cytotoxicity                         
     B cells           → Antibodies
     NK cells        → ADCC
     Macrophages → DTH
     T cells            → DTH
     T cells            → Suppression

                                        Memory Cells

     T memory cells
     B memory cells

                                        Cytokines
       Lymphokines       Monokines
              IL-2                     IL-1
              IL-3                     IL-6
              IL-4                     TNF
              IL-5
           Gamma interferon
           LT / TNF
           GM-CSF
           BCGF
                                         Adhesion/Recognition Molecules
        Adhesion           Recognition
            ICAM            Claas I
            LFA-1            Class                                                                                   
            CD2               CD4
            LFA-3            CD8
                                   T-cells receptor
                                   Hypervariable
                                       Region of
                                       Immunoglobulin

 

Immunogenetik

Basic Immunogenetic
     Complex Histocompability Mayor ( MHC ) dalam tubuh manusia ditemukan dalam region yang kecil pada lengan pendek kromosom ke 6.Region ini mengkode untuk antigen histocompability yang telah diketahui memperkuat dan karena itu menimbulkan respon imun yang kuat setelah transplantasi.Produksi gen pada histocompability gen mayor/haplotipe yang codominant adalah gen HLA produksi pada tiap region diekspresikan sama seperti jaringan tubuh karena keturunannya 1 haplotipe dari tiap orangtua, selalu dibagi 1 haplotipe dengan orangtua, kedua haplotipe 25% dari saudara-saudara, 1 haplotipe 50% dari saudara dan haplotipe yang lain 25% dari saudaranya. Harapan kecocokan antara hubungan ditujukan pada tabel 19.2




FREKUENSI HAPLOTIPE PADA ANGGOTA KELUARGA UNTUK PASIEN YANG TRANSPLANTASI GINJAL (tabel 19.2)


Dua haplotipe
Satu haplotipe
Tidak ada haplotipe
Keluarga kandung
0%
100%
0%
Saudara
25%
50%
25%
Kakek/ nenek
0%
50%
50%
Paman/bibi
0%
50%
50%
keponakan
0%
25%
75%

Gen MHC dibedakan atas 3 kelas, yaitu:
1.      Kelas I  : Kode gen untuk antigen HLA-A, B, C
2.      Kelas II : Kode gen untuk antigen HLA-DP, DQ, dan antigen DR( DN dan DO     tidak diketahui produksinya).
3.      Kelas III: Kode gen untuk komponen komplement C2, C4 dan factor B.Lokasi pada gen ini pada kromosom 6 
Molekul kelas I mengandung polymor phiglykoprotein rantai yang berat ( mendekati 44 kilodalton)dan secara tidak kovalen diikat rantai ringan monomorphink,ß2-mikroglubolin (mendekati 12 kilodalton). Gen pada rantai ringan tidak ditemukan pada MHC.
Fungsi normal pada kelas I dan II diperkirakan menyajikan proses produk polipeptida dari material asing (antigen), separti virus pada sel disistem imunospesific.Seluruh sel T-mediated spesific immune respon secara langsung kehadiran peptida asing di molekul kelas I dan II.
Kelas I menginteraksikan peptida dengan reseptor sel T pada CD8 ( Sel cytotoxit) dan Kelas II mereaksikan peptida dengan reseptor sel T pada CD4 (sel helper).Mekanisme yang tepat pada molekul asing kelas I dan II yang menjadi target untuk respon imun tidak sepenuhnya dimengerti. Bagaimanapun sepertinya molekul HLA asing dirasakan menjadi sel positive sebuah peptida asing.
     Gen HLA paling polimorph dari semua genom manusia .Metode ini digunakan untuk mendeteksi  molekul  HLA  spesifik  pada rely  sel  yang  digunakan  untuk  membuat alloantisera manusia yang dihasilkan normal pada kehamilan,tranfusi darah/transplantasi. Kemungkinan alloantisera ini tidak mampu mengenali perbedaan kecil antara molekul dan reaksinya, karena itu nomor pembedahan pada tiap kelas I MHC rantai berat dan kelas II rantai alfa dan beta kemungkinan lebih besar daripada yang diakui sekarang ini. Penggunaan teknik molekul genetic telah dibangun untuk mendukung pandangan ini.
Hal ini seperti gen histocompability minor berada pada kromosom manusia yang lain. Contohnya, gen-gen histocompability minor diketahui ada pada tikus, spesies yang genomenya diteliti dengan ekstensive.Seperti HLA antigen, gen histocompability minor menghasilkan bentuk-bentuk yang mungkin untuk fungsi lain selain menentukan histocompability.Pada manusia fungsi ini tidak diketahui hingga kini.Kehadiran histocompability minor dan produknya di manusia sulit dijelaskan pada kasus yang jarang loss graft antara HLA ginjal dari resipien identik ( 2 haploid ) saudara.
Region gen untuk antigen reseptor sel T mengandung gen V (variable), sedikit gen J (jungsion atau persimpangan) dan Gen D (divercity) dan satu gen C (constant). Keanekaragaman reseptor antigen diperlukan untuk mengenali jutaan antigen asing yang dapat ditemui selama kehidupan manusia yang mungkin dibuat dengan kecenderungan di region. Untuk menyusun ulang gen selama vase awal pengembangan sel T untuk meluruskan satu gen V, D dan J dengan gen C. Beberapa ganguan tidak digunakan tapi dilepaskan dari genome dan semua keturunan sel T disusun ulang dengan reseptor antigen akan menunjukkan reseptor antigen yang identik.
Kode region gen untuk molekul immune globulin mengandung gen V, J, D dan satu gen C untuk tiap isotipe immune globulin. Seperti antigen reseptor gen sel T, gen immune globulin disusun ulang selama pembedaan awal untuk meluruskan satu gen V, J, D dan C dan beberapa gen yang tidak digunakan dihapus. Semua keturunan sel T dengan susunan ulang gen immune globulin membuat immune globulin identik (isotipe dan sama secara spesifik).
Gene yang dikode untuk molekul kelas I dan II, reseptor antigen sel T, molekul imunoglobulin, molekul CD2, CD4 dan CD8 dan yang lain dibuat dengan supergen imunoglobulin keluarga karena molekulnya yang dihasilkan mengandung glikoprotein dominan yang sama.

IMUNOGENETIC KLINICAL
Peran dari laboratorium dalam transplantasi adalah untuk menentukan tipe jaringan dari semua kemajuan resepien dan organ donor dan bentuk crossmatch sebelum transplantasi sehingga resipien dengan antibody langsung untuk antigen  HLA donor akan dipilih untuk transpantasi.
Karena banyaknya resipien masih memerlukan tranfusi darah, uji crossmatch kemungkinan tes paling penting di laboratorium. Komponen dasar dalam hal ini adalah spesimen serum dan serum terakhir yang menunjukkan peningkatan reaksi Lymphocyte panel dari pasien, sel donor (biasanya dibedakan sel T,sel B dan kadang-kadang monosit) dan sebuah metode untuk menentukan apakah antibody dalam bereaksi secara spesifik dengan sel donor.
Antibody yang biasa dideteksi dalam uji crossmatch bisa cytotoxic/non cytotoxic.Antibody cytotoxic mampu mengikat dan membunuh sel dengan mekanisme komplemen mediated.Antibody cytotoxic/non cytotoxic mampu mengikat sel dan kemungkinan mulai mekanisme inflamasi in vivo tapi tidak mengikat komplemen sehingga tidak bisa dideteksi dengan standart uji cytotoxicitas in vitro. Spesifik antibody yang dapat dideteksi dalam uji crossmatch adalah :
  1. Anti kelas I dan II HLA Antibodi
  2. Auto antibody
  3. Antibodi lawan antigen yang ditunjukkan pada Lymphocit tapi bisa juga tidak ditunjukkan pada sel organ, jadi kemungkinan tidak begitu penting untuk transplantasi.
Tes umum yang digunakan pada crossmatch adalah :
1.              Standart uji mikro Lympocytotoxic dengan serum pasien, serum kelinci sebagai sumber komplemen, bahan celupan vital seperti eosin dan donor sel T dan B
2.              Mempertinggi atau uji yang lebih sensitive
Tahap pertama : uji mempertinggi, digunakan untuk hal yang diatas dan agent seperti goat anti kuman rantai kappa antibody antara lain :
a.       Memasukkan antibody non cytotoxic pada cytotoxic
b.      Mempertinggi cytotoxic dari antibody yang muncul dengan konsentrasi rendah
Tahap kedua : teknik mempertinggi, digunakan perpanjangan (selama 2 x)   
Inkubasi serum pasien dan komplement sel donor. Seperti perpanjangan
Inkubasi, teknik crossmatch dihasilkan dalam reaksi yang terjadi secara tidak normal dengan teknik standart.

Tahap ketiga : lebih sensitive, menggunakan teknik aliran cytometer. Aliran cytometri dapat mendeteksi semua antibody (cytotoxic dan noncytotoxic) yang mengikat donor sel T dan B. Resipien antibody IgG dapat dibedakan dari IgM dengan menggunakan goat anti IgG atau IgM sebagai bahan reaksi pengembangan.

Tahap keempat : lebih sensitive lagi , yang sekarang ini jarang sekali dipakai merupakan salah satu yang menggunakan anti tyhmosit globulin (ATG). Konsentrasi sebuah subcytotoxic dari ATG akan meningkatkan cytoxisitas dari antibody lowtiter yang dengan sendirinya meusis sel.
     Sel donor digunakan pada crossmatch secara umum berasal dari darah peripheral, nodus lymph/spleen.Sumber sebuah node lymph lebih baik karena kandungannya sama dengan sel T dan B,dan tidak dikontaminasi dengan sel darah merah. Sel T dan B dari spleen yang dikontaminasi sel darah merah, akan sulit digerakkan. Darah peripheral adalah sumber yang tepat dari sel untuk crossmatch; bagaimanapun, hanya 10% dari lymphocyt darah peripheral adalah Sel B, pembuatan yang sulit untuk menemukan kecukupan sel untuk crossmatch selB.Keuntungan darah peripheral adalah dapat diperoleh sebelum pembedahan donor. Lebih lanjut, pembersihan dari kontaminasi sel darah merah dari lymphocyt akan relatif lebih mudah.

PATOGENESIS dari GINJAL

v  Melalui Antibodi ( antibody mediated)
Penolakan hiperakut terjadi jarang dan hasilnya dari antibody sirkulasi dalam resipien dalam waktu terjadi transplantasi. Anti donor antibody dalam serum pasien dapat mengembangkan dari tranfusi darah sebelumnya, kehamilan atau transplantasi;target dari antibody ini mungkin donor antigen kelas I atau II.Graft merusak hiperakut penolakan saat di mulai dengan mengikat antibody kepada kelas I dan II antigen dalam sel endothelial. Penambahan diaktifkan, sel polinorphonuclear ditambahkan, pelateles dan fibrin ditanam dan microcapillang trombosis dan vaskulitis terjadi. Penolakan hyperacute biasanya terjadi beberapa menit sampai beberapa jam setelah transplantasi dan jalan keluarnya adalah 100% kehilangan grafts.
Produksi antibody De Noro terjadi setelah transplantasi grafts dan dapat menyebabkan mempercepat grafts. Bentuk terakhir dari penolakan melalui antibody adalah penolakan kronik. Dalam bentuk penolakan kronik, antibody jarang dapat menyebabkan penyakit inflamasi tapi lebih dengan reaksi endothelium vascular menyebabkan endothelial dan intimal hyperlars, dengan memimpin kepada penyempitan vascular luminal, ischemia, mengeluarkan tubular dan intersitial fibrosis. Penolakan juga sering kali melampaui kehilangan 100% grafts, tapi ini dapat diantisipasi.

v  Melalui sel
Malalui sel penolakan, tipe penolakan paling umum dijumpai adalah transplantasi. Ini terjadi dalam beberapa hari sampai seminggu setelah transplantasi dan melalui:
    1. Pembunuhan langsung sel T
    2. Sel T dan monocyte bekerja sama pada cytotoxic dan inflammatory melepaskan, menyebabkan perhentian tipe hypersensitive
    3. Melalui cytotoxic dengan membunuh sel secara alamiah. Malalui sel penolakan umumnya menyebabkan interstitial nephrisitis tapi juga dapat menyebabkan vasculitis.

Umumnya diyakini bahwa respon immune secara umum terhadap allograft diketahui oleh leukocytes donor yang bentuknya sama dengan organ penerima dan dalam penghubungan organ dengan sirkulasi resipien adalah yang pertama berinteraksi dengan sel immune resipien.

Phathogenesis of grafts dysfunction due to other causes
Penyakit arterial adalah venous thrombosis dapat terjadi sebagai hasil dari :
1.      Adanya titik dalam arteri disebabkan ketika ginjal donor atau dengan memompakan pengapit di luar arteri donor
2.      Melalui hypo tension
3.      Melalui penyatuan hypercoagulan .
Cyelosperine asseriopathy dapat mempercepat kehilangan grafts dan diyakini secara langsung merusak sel endothelial dan aktifitasnya dan capillary thrombosis.Aliran glomerclonephritis kadang-kadang mempercepat graft.Bentuk paling umum adalah hemolyhcuremic synehome, focal segmental glomeruloselerosis, dan membrancoproliferactive glomerulenopheritis ( MPGN). Phathogenesis dari kesatuan dalam allografts tidak ada yang lebih baik daripada ginjal asing. De Novo Glomerolu phritis juga dapat terjadi dalam renal allografts, presumably untuk alasan yang sama, hal itu terjadi dalam ginjal asing. Dalam ureteral yang bocor biasanya hasil bentuk dari ureteral neocytostomy atau distal ureteral nekrosis dari pemberian darah yang tidak sebanding. Rintangan dari aliran urinary dapat menghasilkan dari bentuk distal ureteral fibrosis.

KOMPLIKASI
           Karena hasil lab sangat bervariasi, salah satu yang diharapkan bahwa level BUN dan cretine. Pada saat salah satu ginjal tidak berfungsi didapat pemeriksaan serum creatinin 25% atau BUN 40%.Kebanyakan tidak berfungsinya ginjal diikuti dengan transplantasi ginjal.


Penolakan akut
           Penolakan pada bulan pertama setelah transplantasi dapat diketahui dengan gejala seperti: demam, bengkak, oliguria, tekanan darah tinggi, dll.
          Test diagnostik selalu dilakukan untuk mengetahui penolakan. Reaksi BUN selalu bertambah dan berkurang setelah episode penolakan. Sebuah ginjal di scan akan menunjukkan berkurangnya: fungsi tubular, aliran darah yang mengakibatkan ginjal mati, tidak adanya urine
Penolakan kronis
Penolakan kronis dapat disebabkan bertambahnya keadaan dari kreatinin serum, seperti: penyakit vascular disebabkan ischemic intrarenal untuk menegakkan diagnosa penolakan kronik dengan biopsy selalu diperlukan.

MANAGEMENT DIATERY
Makanan untuk pasien harus ditakar setiap hari.Pengaturan makanan harus dilakukan sedini mungkin berdasarkan Gastrointestinal Tract.Pemberian cairan diberikan setelah dapat dipastikan  bahwa pasien dapat mentolerir cairan tanpa mengalami gangguan perut.
   Pasien yang mempunyai keterlambatan fungsi pencangkokan harus diberikan 60 gram protein, 20 gram sodium, dan 2 gram potasium diet.

Komponen Program transplantasi
          Transplantasi ginjal menghendaki pendekatan multidiscipline, yang terdiri dari 5 komponen besar, yaitu:
1.      bedah operasi transplantasi
2.      pengobatan
3.      koordinasi perawatan klien
4.      histocompatibiliti/pemeriksaan laboratorium
5.      agen perantara organ
         Bedah transplantasi mencakup organ, bedah transplantasi dan postoperasi serta perawatan dirumah.Pengobatan transplantasi termasuk evaluasi pretransplantasi, post operatif terdiri dari dialysis dan penerimaan imunosupresi dan pengobatan di rumah.
         Perawat mengkoordinasi aturan dan terlibat dalam transplantasi, mengatur pretransplantasi, mempertahankan jalur antrian, mengatur dan memonitor data pasien termasuk data laboratorium dan pengobatan serta mempertahankan kesatuan rekaman milik pasien.
        Histocompatibiliti/laboratorium transplantasi bertanggungjawab untuk melihat perkembangan pasien, untuk pemeriksaan antibody  HLA, tipe donor, resipien, crossmatch antara resipien dengan perkembangan sel donor dan melengkapi focal poin untuk penelitian dan perkembangan kemajuan teknik immunomonitoring dan imunosupresi.
Agen organ bertanggungjawab pada daftar tunggu, mutu organ, memberitahu publik akan kebutuhan donor organ, pendidikan professional di Rumah Sakit menghormati tanggung jawab untuk identifikasi potensial organ donor dan menyiapkan focal poin untuk penelitian dan pengembangan dalam area pemeliharaan dan transportasi organ.

1.      Imunologi transplantasi
Golongan darah ABO yang sama, merupakan syarat utama untuk suatu tindakan transplantasi, mungkin dapat terjadi reaksi rejeksi hiperakut yang tidak dapat diobati.
HLA yang terdapat pada kromosom 6 yang merupakan ciri dari aloantigen suatu spesies sangat berperanan dalam berhasilnya hidup suatu transplantasi pada seorang resipien. HLA yang sudah dikenal saat ini ada 4 golongan yaitu: HLA-A, HLA-B, HLA-C dan HLA-D atau DR. HLA-A, B, C, disebut antigen kelas 1 dan terkandung di dalam semua sel-sel yang berinti dan tes pengenalannya hanya memerlukan waktu singkat, sedang HLA-D/DR yang ada pada makrofag, B-sel dan T lymphocytes yang diaktifkan disebut antigen kelas 2, dan tes identifikasi memerlukan teknik kultur jaringan yang lama sampai kurang lebih 1 minggu. Sehingga sulit untuk dipakai dalam transplantasi donor ginjal mayat. HLA dalam kromosom berada dalam pasangan dan masing-masing disebut satu haplotype dan diturunkan menurut hukum Mendel, sehingga dalam saudara sekandung sebapak seibu akan didapatkan kemungkinan 25% haplotype yang identik, 50% mempunyai satu haplotype yang sama dan sisanya tidak mempunyai haplotype yang sama (tidak kompatibel).

2.      Resipien
Penderita gagal ginjal terminal harus mendapatkan pengobatan hemodialisis secara teratur disamping terapi lain, sehingga keadaannya optimum untuk suatu operasi besar, khususnya beberapa waktu sebelum transplanter.

Resipien yang potensial untuk transplantasi ginjal adalah:
a.       Dewasa yaitu usia akil baliq sampai dengan 35-60 tahun, karena bila lebih tua komplikasi akan lebih banyak.
b.      Tidak mengandung penyakit berat seperti: atheroma, keganasan, malnutrisi dan debilitus,  oksalosis, infeksi aktif seperti tuberkulosis, hepatitis, herpes simpleks dan sebagainya, yang harus diatasi terlebih dahulu untuk mencegah komplikasi sewaktu operasi atau selama terapi immunosupresi pasca transplantasi.
c.       Diabetes mellitus dan amiloid bukan kontraindikasi transplantasi, dan demikian juga jenis glomerulonefritis yang rekuran pada transplan.
d.      Penderita dengan kesulitan dalam teknik hemodialisis dan dialysis peritoneal mandiri berkesinambungan (DPMB = CAPD).
e.       Saluran kemih bawah harus normal/paten.
f.       Resipien harus dapat menerima terapi immunosupresi untuk waktu yang lama.

3.      Donor
Ada 2 sumber donor ginjal yaitu yang berasal dari donor hidup (keluarga = DHK atau bukan keluarga = DHBK) dan ginjal segar dari mayat.
Donor golongan pertama banyak dilakukan di dunia timur. Sedang transplantasi dengan donor mayat banyak dilakukan di dunia barat.
Donor hidup khususnya DHK harus memenuhi beberapa syarat:
1.      Motivasi donasi yang tinggi tanpa paksaan.
2.      Tidak berpenyakit yang akan menjelekkan fungsi ginjal dan komplikasi operasi.
3.      Kedua ginjalnya normal dan tidak terinfeksi penyakit.
4.      Golongan darah ABO umumnya kompatibel.
5.      Test darah silang (crossmatch/negatif).
6.      Identifikasi HLA kelas satu dan dua untuk melihat kesesuaian jaringan dan menduga kemungkinan reaksi rejeksi.
Pemeriksaan donor meliputi: pemeriksaan jasmani. Pemeriksaan laboratorium lengkap termasuk tes fungsi ginjal dan tissue typing, serta pemeriksaan radiology yang dapat memberikan gambaran yang jelas tentang struktur dan fungsi ginjal.
Kerja sama yang baik antara ahli bedah, ahli anestesi, nefrolag dan kardiolog sewaktu operasi sangat penting karena dalam operasi dapat timbul komplikasi seperti peninggian tekanan darah, gangguan irama jantung, gangguan asam basa serta elektrolit darah.
Keuntungan seseorang mendapat transplantasi ginjal yaitu:
1.      Pasien mendapat ginjal baru.
2.      Tidak perlu lagi cuci darah atau berpantang makanan kaya protein.
Kerugian seorang mendapat transplantasi ginjal yaitu:
1.      Pasien harus makan obat seumur hidup.
2.      Tubuh tidak lagi kuat melawan kuman atau infeksi yang menyerang.
3.      Akibat yang lebih parah adalah infeksi kecil seperti bisulpun bagi pasien merupakan bahasa yang bisa mengancam jiwa. Sebab kuman dalam bisul itu mudah sekali masuk ke darah dan menyebabkan keracunan darah (septicemia) yang bisa melawan maut.
4.      Banyak sekali efek samping obatnya, antara lain: tulang tertekan, kerusakan tulang, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, gangguan fungsi hati, dan sebagainya.

4.      Perawatan Pasca Operasi
Pada hari-hari pertama sesudah operasi pengamatan terhadap keadaan umum penderita dilakukan seteliti mungkin, seperti tekanan darah, denyut nadi, suhu badan dan pernafasan diperiksa setiap jam sekali dan untuk mencegah kemungkinan timbulnya infeksi penderita ditempatkan di ruangan isolasi selama 5-14 hari. ruangan tersebut telah dihapus hamakan dan dilengkapi dengan alat-alat yang diperlukan antara lain: cairan infus, obat-obatan, oksigen, alat penampung dan pengukur urine dan lain-lain yang dirasa perlu. Ruangan harus tertutup dan hanya anggota team transplantasi ginjal yang diperkenankan masuk. Setiap personalia yang memasuki ruangan tersebut harus memakai masker, baju ruangan dan ganti sepatu yang khusus digunakan di ruangan tersebut. Keluarga tidak diperkenankan masuk, hanya dapat melihat dari jauh melalui jendela kaca yang sudah disediakan.
Infeksi yang sering timbul disebabkan bakteri gram negatif, virus dan jamur. Infeksi biasanya bersumber dari luka operasi yang sukar sembuh, drain, kateter dan dari luka bekas suntikan, oleh karena itu setiap luka khususnya operasi dirawat dengan tehnik aseptic sehingga tidak menjadi sumber infeksi. Kateter sebaiknya diganti setiap 3 hari sekali dan dilepas secepat mungkin tergantung dari diuresis, umumnya setelah 5-7 hari. Urine ditampung secara tertutup dan menggunakan kantong urine steril yang diganti setiap hari, pada setiap penggantian dan penyambungan kateter harus tetap diperhatikan sterilitasnya (3,4,7). Demikian juga halnya dengan drain, kantong drain diganti setiap hari. drain yang letaknya paling atas diangkat setelah 7 hari dan yang paling bawah 2 hari kemudian bila sudah kering.
Biakan dari darah, urine, cairan dan luka dan dari drain diperiksa secara teratur setiap minggu. Infeksi ditandai dengan peninggian suhu tubuh, nadi cepat, luka basah, bengkak, merah, dan sakit. Pengobatannya dengan pemberian antibiotika sesuai dengan hasil resistensi testnya.
Pengamatan intake dan output cairan
Intake dan output cairan diukur seteliti mungkin dan dipertahankan agar tetap seimbang. Pada hari-hari pertama urine diukur setiap ½-1 jam sekali karena umumnya jumlah urine sangat banyak bisa mencapai 1 liter per jam dan ini harus diimbangi dengan pemberian cairan melalui infus untuk mencegah jangan sampai terjadi dehidrasi, ini juga dapat diawasi melalui CVP.
Urine selama 24 jam dikumpulkan dalam satu tempat dan setiap kali mengukur diperhatikan dan dicatat jumlahnya, warnanya, baunya, apakah ada hematuri dan hal-hal lain yang dirasa perlu. Bila ada kelainan segera diberitahukan kepada dokter untuk mendapatkan pertolongan yang semestinya.
Perhatikan bila ada gangguan atau hambatan pada pengeluaran urine seperti sambungan kateter terlepas atau tertekuk atau dapat juga tersumbat oleh bekuan darah, ini dapat diatasi dengan membilas slang kateter dengan cairan steril sampai bekuan darah tersebut terlepas (4, 5, 7). Dengan perabaan dapat diketahui penuh tidaknya kandung kencing.

Pengamatan Rejeksi atau Penolakan
Rejeksi dapat terjadi sewaktu-waktu, karena itu harus diperhatikan secara khusus mengenai tanda-tanda dari rejeksi ini (2,3). Rejeksi ada 3 macam yaitu: hiperakut rejeksi, akut rejeksi dan kronik rejeksi.
Hiper akut rejeksi dapat terjadi beberapa menit setelah pembuluh darah disambungkan dan gejala-gejalanya dapat dengan mudah dikenal, ginjal menjadi lembek, biru dan tidak memproduksi urine. Tetapi gejala-gejala ini masih dapat timbul dalam waktu 24-48 jam kemudian. Pada keadaan in gijal harus dibuang kembali.
Akut rejeksi terjadi pada minggu-minggu kedua sampai 2 bulan. Tanda-tandanya banyak sekali antara lain: suhu badan meninggi, nadi cepat, cemas, gelisah, produksi urine berkurang, terjadi retensi cairan, timbul oedem, berat badan bertambah dengan cepat, ginjal menjadi bengkak, keras dan sakit, protein uria, kadar Na+ dalam uriner berkurang, ureum dan creatinine dalam darah meninggi, tekanan darah meninggi. Diagnosa yang tepat ditegakkan dengan mengumpulkankan dan menganalisa tanda-tanda yang ditemukan.
Kronik rejeksi timbul secara perlahan-lahan biasanya setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian dan tanda-tandanya tidak begitu jelas antara lain hipertensi, protein uria dan menurunnya fungsi ginjal. umumnya tidak dapat diobati.

Immunosuppressive
Obat-obatan immunosuppressive sudah banyak dikenal. Di bawah ini kami utarakan beberapa contoh:
-          Prednison 2 mg/kg berat badan perhati, dimulai 2 hari sebelum operasi sampai pada hari keempat, kemudian dosisnya diturunkan secara perlahan-lahan sehingga dicapai dosis maintenance yang rendah: 0,1-0,5 mg/kg berat badan perhati.
-          Azathioprine (Immuran) 100-150 mg/hari, dimulai 2 hari sebelum operasi, untuk dosis maintenance dipakai dosis yang lebih rendah.
-          Corticosteroid: steroid sangat penting setelah transplantasi: tanpa steroid akan mengakibatkan penolakan lebih tinggi.
-          Antibiotik antilym phocyk ada 2:
1.      Mono clonol antibody
2.      polyclonal antilymphocyte antibodi
-          Mendapat pendidikan psikologi dan sosial. Sebaiknya perawatan lingkungan rumah siap menerima pasien, harus ada transportasi dari klinik dan lab dan pengobatan sebelumnya, pasien harus mengerti dan mau menerima pengobatan yang diberikan.




Pengobatan Rutin Sesudah Operasi
Obat Immunosuppresive
Sukses hebat pada transplantasi ginjal didukung oleh obat immunosuppressive. Toksisitas obat dapat dilihat dalam table 19-15.
Tabel 19-15. Toksisitas obat Immunosuppresive
Immunosuppresive Cyclosporine
Efek samping
Efek samping yang jarang
-          Merusak ginjal (nephrotoxicity)
-          Tekanan darah meningkat
-          Pertumbuhan rambut baru
-          Pertumbuhan gusi tidak normal (gingival hiperplasia)
-          Tremor

Efek samping
-          Kurang jumlah sel darah putih
-          Kurang jumlah trombosit
-          Kerusakan hati
-          Penurunan sensasi yang tidak normal (neuropati)
-          Menghancurkan sel darah merah
-          Kerusakan pembuluh darah


Efek samping yang jarang
-          Kerusakan hati
-          Pancreatitis



Pemeriksaan Laboratorium
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan laboratorum (2, 3, 4) adalah seperti berikut:
Ø  Darah: -     Ureum, creatinine dan elektrolit diperiksa setiap 4 jam sekali pada 3 hari pertama,  sesudah operasi dan selanjutnya setiap hari
-          Darah lengkap, darah gula dan asam urat diperiksa setiap hari.
Ø  Urine: urine lengkap, reduksi, aceton, pH, elektrolit, ureum, creatinin, creatinin clearance test diperiksa setiap hari.

Mobilisasi
Mobilisasi dimulai secepat mungkin secara bertahap dengan latihan-latihan ringan di tempat tidur. Yang harus diperhatikan bahwa penderita dalam waktu yang lama tidak diperbolehkan duduk untuk mencegah penekanan pada ginjal yang baru, sampai penderita tidak lagi merasakan adanya ganjalan pada daerah operasi.
Setelah drain dan jahitan diangkat penderita diperbolehkan turun dari tempat tidur dan belajar jalan, untuk ini harus dibantu agar dari posisi tidur dapat langsung turun dan berdiri, harus selalu dijaga agar daerah perut tidak mendapat penekanan.

Pendidikan Kesehatan
Bila penderita sudah pulang kerumah, sudah harus dapat melakukan perawatan sendiri dibantu oleh keluarganya sesuai dengan yang dilakukan di rumah sakit, oleh karena itu penderita dan keluarganya sudah harus dipersiapkan sebelumnya.
Sejak keadaan penderita memungkinkan sudah mulai diberikan petunjuk-petunjuk mengenai hal antara lain: obat-obatannya (nama, dosis, cara pemakaian, efek dan side efeknya), dietnya, cara mengukur intake dan output cairan, menimbang berat badan setiap hari, mengukur suhu tubuh setiap pagi dan sore hari, mengukur tekanan darah, cara mengumpulkan urine selama 24 jam untuk pemeriksaan bila diperlukan, cara memeriksa protein dalam urine, cara-cara latihan fisik dan mencegah setiap trauma pada daerah perut. Semua hal-hal tersebut di atas dicatat dalam satu catatan khusus dan dibawa ke dokter saat pemeriksaan ulangan (kontrol).
Penderita harus diperiksa ke dokter secara teratur terutama bila ada keluhan-keluhan dan kelainan pada hasil pemeriksaan di atas.





0 Response to "Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik (Chronical Renal Failure)"

google-site-verification: googlee8312c6eb61e70e9.html